Rabu, 21 Januari 2015

Puisi Cinta ala Yusup Kinichi Shan

Puisi Cinta - Rasanya tidak akan pernah habis kata jika kita membicarakan tentang cinta, karena cinta adalah hal paling lumrah yang ditemui dalam kehidupan manusia. Manusia sebagai mahkluk sosial tentunya diharuskan berinteraksi dengan sesame makhluk, tak jarang interaksi tersebut menimbulkan perasaan-perasaan khusus, seperti cinta. Dan siapapun yang tengah merasakan cinta pasti berkeinginan untuk mengutarakan rasa cintanya, baik secara langsung maupun tidak langsung. Ada berbagai cara Untuk mengutarakan perasaan yang kita miliki, salah satunya adalah dengan menggunakan puisi cinta. Puisi cinta acap kali menjadi alternative baru. Hal ini tentu saja karena puisi bukanlah hal baru dan sebagian besar masyarakat menyukainya, apalagi jika tema yang digunakan adalah cinta.

Selain lebih otentik, puisi cinta yang digunakan untuk menyatakan perasaan terhadap seseorang juga dirasa lebih menyentuh, dan pastinya menimbulkan kesan yang lebih mendalam. Tetapi sayangnya, tidak semua orang diberkahi kemampuan di bidang sastra, kebanyakan mereka menyadur puisi-puisi karya orang lain, meskipun hal tersebut terbilang tidak mudah karena terbatasnya media yang mempublikasikan puisi-puisi cinta. Untuk itulah, di bawah ini kami telah mengumpulkan berbagai puisi cinta yang berasal dari berbagai sumber khusu untuk anda semua, selamat menikmati :



CATATAN HATI
Oleh Ivane Wijaya

Ada sesuatu yang terasa hampa
saat langit langit semakin menua
ada sesuatu yang terasa berbeda
saat hujan hujan tertahan diantara mega

Sendiri dan sepi, aku ingin berlari
menelusuri mimpi yang tak kunjung menepi
atau haruskah aku hanya berdiri disini
mengeja bait pelangi yang hampir mati

Di penghujung hari...
Ketika senja berlalu dan pergi
Ketika hati ini terhenti bernyanyi
aku ingin kau kembali
disini, sekali lagi...!!!!

Ivane Wiejaya, September*

SANG PENAKLUK CINTA
Oleh Tiara Mela Sari

Sulit ku mengartikan rasa ini..
Padahal terlihat jelas dimataku.
Pikiranku berkata "ya "
dan hatiku berkata "tidak"

Saat semua terlukis jelas dihadapanku
kau tebarkan beribu kata kata indah
untuk dia..dia..dan mereka..

Mungkin aku adalah salah satu korban cintamu..
yang tak mudah untuk menghapus semua memori tentangmu..

Kamu benar benar sang penakluk hati..aku mengaku kalah..
atas semua yang kau beri..
bunga...kado..puisi..puisi..
semuanya terangkai indah untukku..

Kau sang peluluh hatiku..
aku terbuai dan terluka..

CINTA SESUNGGUHNYA
Oleh Kania Yuliasari

Kamu hadir membawa warna baru
Kamu obati luka ku tentang masa lalu
Kamu mampu mngubah kehidupanku
Jauh lebih baik dari kehidupan yang lalu

Kamu manusia sederhana yang mampu memberikan cinta yang luar biasa
Cinta yang tak mampu di ungkapkan oleh kata kata
Mendengar apa yg tidak dikatakan
Mengerti apa yang tidak di jelaskan

Terimakasih cinta....
Atas segala hal yang kamu berikan
Cinta tulus dan juga pengajaran tentang berbagai hal
Kamu telah mengajarkan apa itu menghargai, menerima, bersyukur, ikhlas dan mandiri
Kini ku mampu berdiri sendri dengan tenang melewati semua permasalahan pribadi
Dan kini aku telah mengerti apa itu hidup dan juga cinta sejati

Berharap setiap mimpi akan mnjdi nyata
Hidup bahagia bersama selamanya
Semoga rasa antara kita takkan pernah pudar bersama sang waktu
Sehingga Tiada celah bagi cinta yang lainnya

PURNAMA TANPA AKHIR CERITA
Oleh Astrie Linda

Kuceritakan lagi tentang purnama..
Suatu hari..
Pernah kubayangkan perihnya melihat purnama tersenyum dan pergi menuju arah yang berlawanan
Tepat!
Dipermulaan bulan Dzulhijah
Purnama akan segera pergi
Dan kotak hitam yang mengapung itu akan terseret ombak kehidupan
Hingga ia hilang tanpa arah yang pasti
Tidak ada akhir cerita..

Terima kasih kuucap untuk yang kesekian kali
Atas kesetiaanmu menemani menghiasi mimpi
Sampai aku terbangun kembali dan menyadari
Bahwa banyak nikmat Tuhan patut disyukuri

Kuingatkan padamu, simpan rapat rahasia yang pernah kubisikkan dimalam itu..
Malam indah yang sinarmu begitu sempurna
Cerita kita tidak akan pernah berakhir, Purnama
Karena Purnama akan selalu ada pada setiap waktunya..

KEJORA CINTAKU
Oleh Ayu Annafi

Kejora...
Puaskah kau membuat ku sedih
Disini aku menangisi-Mu
Saat kau memberikan kata-kata indah itu

Kejora...
Dimanakah engkau sekarang berada?
Pipiku kini terbasahi oleh tangisan
Sambil memanggil nama mu "Kejora"

Kejora...
Disini aku setia menunggumu .
Tetapi sekarang ,sudah berbeda dengan hari-hari yang lalu
Kini kau tak menemaniku .
Semoga kau tetap setia mengingatku

Kejora...
Kini,di hari-hariku hanya ada bayang-bayang mu
Kini di setiap doa-ku tak luput oleh nama mu Kejora ku
Kini di setiap malamku hanya cahaya kejora lah yang menemaniku
Selamat tinggal Kejora Cintaku

SENDIRIKU DAN CINTA SEBENTARMU
Oleh Brandal Santri

Jangan kau pinta keikhlasan,ketulusan
atau apapun yang kau sebut pengertian makna cinta
sebab hati telah tergadaibpadamu..

Jika ikhlas yang kau harap adalah perpisahan
jika tulus yang kau maksud adalah kepergian
jika makna cinta adalah keinginan saling menyakiti...
aku menyesal telah sepenuh hati mencintaimu

Jual saja hati serombeng cintamu!

Wahai cinta..
aku marah pada sepicik ingin tersembunyimu,
aku kecewa akan aroma parfum dan tebal gincumu,
aku mengira hati tak bisa terbeli,
aku menyangka cinta sehidup semati..

Khianat merampas nurani!

Ooo..pendusta cinta!
pergilah,jangan kau bawa kenang atas semua cintaku!

Ooo..jahanam cinta!
enyah dan bawalah semua sangka pada cinta rombengmu!

Biar sendiriku memahami cinta sebentarmu,
Ya,sendiri saja... 

RASA YANG TAK PERNAH AKU ALAMI
Oleh Niken Khalida Puteri

Tak apa jika senja berganti malam
Tak lama setelah itu
Sinar rembulan pun datang menghampiri
Namun sang bintang enggan menemani

Aku baik-baik saja
Ku hanya ingin sendiri
Hanya ingin habiskan rasa ini
Hanya ingin lukiskan senyummu dalam sepi

Tak apa jika ku menangis saat ini
Jika rinduku amat dalam dan perih
Ku ingin kau disini tepiskan sepiku

Ku hanya ingin kau mengerti
Ini yang ku rasa dan takkan ku ingkari
Ku hanya ingin sendiri
Diam,mengunci bibirku dan sendiri

Tak apa jika ku menangis saat ini
Untukmu yang kusayangi
Untuk kita,kau,aku dan kini
Untuk sebuah alasan yang tak pernah ku pahami

Jadi biarkan ku sendiri malam ini
Tak apa jika ku menangis karena ku masih punya hati
Tuk merasa,tuk meminta,tuk memberi
Tuk berharap dan untuk mencintai dirimu


Cinta memang sesuatu yang hakiki, rasanya mustahil ada manusia yang tidak pernah merasakan cinta. Tetapi tentunya hal tersebut harus disikapi dengan bijak, utarakan cinta dengan cara yang baik dan jalanilah pula dengan cara-cara yang baik. Semoga puisi cinta di atas bisa menjadi referensi untuk anda mendalami sastra dan tak lupa semoga apa yang telah dibaca bermanfaat.




Baca Juga :

Senin, 19 Januari 2015

Bunga Yang kering

ATAS NAMA CINTA 



Sebuah Puisi Esai 
Isu Diskriminasi dalam Untaian Kisah 
Cinta 
yang Menggetarkan Hati ;-) 





Bunga Kering 
Perpisahan




/1/ 
Di nisan suaminya 
Ia taburkan melati dan kenanga 
Sambil melafalkan doa 
Perempuan itu Dewi namanya. 
Terbius rasa pedih 
Ia mohon ampun dengan suara lirih 
Segala yang di dadanya terasa berat, 
Segala yang di sekitarnya semakin 
pekat. 
Sepuluh tahun sudah ia hidup 
Bersama Joko, suami pilihan Ayah 
Perkawinannya selalu redup 
Karena Albert pilihan hatinya. 
Maafkan aku, suamiku, tangis Dewi. 
Sepuluh tahun lamanya sudah 
Kita menikah – 
Tapi tak mampu jua aku mencintaimu. 
Sudah kuberikan segalanya padamu 
Tapi rupanya bukan engkau milik 
hatiku. 
Bukanengkau inti angan-anganku. 
Joko, apa dayaku? 
Ditaburkannya bunga sekali lagi 
Sambil menelusuri isi hati, 
Izinkan kuserahkan sisa hidup ini 
Kepada lelaki yang kucintai. 
Kini kau di alam baka – 
Setelah sepuluh tahun yang tanpa 
warna, 
Baru sepenuhnya mataku terbuka: 
Cinta memang tidak bisa dipaksa. 



/2/ 

Di kamarnya yang sunyi 
Dewi membuka almari; 
Diambilnya sebuah kotak kecil 
berwarna nila 
Yang sejak menikah tak pernah 
disentuhnya. 
Dengan gemetar kotak dibukanya: 
Mawar kering itu masih di sana; 
Terbayang olehnya Albert, kekasih 
hatinya, 
Dan tersengat jiwanya oleh kisah 
lama. 
Seolah didengarnya kata pemuda itu 
Di saat perpisahan sepuluh tahun 
lalu, 
Simpan bunga kering ini, Dewiku, 
Sampai kau terbebas dari belenggu. 
Kalau sampai waktunya nanti, 
Kalau kita memang jodoh sejati, 
Kirimlah bunga ini padaku kembali 
Dan aku akan datang padamu. Aku 
janji! 



/3/ 

Tahun delapan puluhan – 
Mereka kuliah, satu angkatan; 
Bersahabat? Tak usah ditanya. 
Cinta? Nanti dulu, agama berbeda. 
Dewi sejak awal merasa 
Albert lelaki istimewa, 
Tapi Dewi seorang Muslimah 
Sedangkan Albert anak pendeta. 
Pemuda itu selalu berkata, 
Aku suka ke gereja, tapi tak pasrah 
buta 
Pada satu agama; 
Aku hanya ingin menyadap intinya. 
Sering disampaikannya kepada gadis 
itu 
Segala yang dengan baik dikuasainya 
Dari pengalaman, dari buku – 
Dan Dewi tak pernah bosan 
mendengarnya. 
Umat manusia, ujar Albert, 
Sudah lebih dari 150 ribu tahun 
umurnya; 
Berturut-turut agama pun diturunkan, 
Diwartakan, dipertengkarkan. 
Manusia lebih tua dari agama 
Sudah ada cinta sejak manusia 
diciptakan-Nya, 
Cinta lebih tua dari agama, 
Janganlah agama mengalahkan cinta. 
Begitulah Albert, itulah logikanya. 
Namun, di balik pikirannya yang liar 
kedengarannya 
Albert adalah pemuda yang suka 
menolong sesama 
Lembut hatinya. 



/4/ 

Ia kenal pemuda itu sejak kecil 
Dari desa terpencil 
Sama-sama hijrah ke Jakarta 
Untuk merebut cita-citanya. 
Dulu, semasa bocah 
Pernah mereka menyeberang sungai 
ke sawah 
Melewati jembatan bambu – tiba-tiba 
patah! 
Dewi tercebur, ya Allah! 
Sigap Albert melompat menolongnya 
Sementara kawan-kawan lain 
bengong, diam saja; 
Ditariknya Dewi, diseretnya melawan 
arus deras 
Diangkatnya ke tepi sungai – 
dibimbingnya rebah di teras. 
Suatu malam Dewi bermimpi: 
Ia dibonceng Albert bersepeda 
Lepas gembira melewati sawah dan 
bukit – 
Inikah pertanda mulai bersemi 
cintanya? 
Semakin lama semakin deras 
perasaan sayangnya, 
Tapi sejak mula disadarinya juga: 
Mereka berlainan agama. 
Siapa gerangan yang akan 
mensahkan cinta remaja? 1 
Terbayang olehnya 
Pagar pembatas itu: memanjang di 
selatan 
Menghalang di utara, 
Di barat, di timur, di kiri dan kanan. 
Semakin lama semakin dalam Dewi 
rebah 
Dalam pelukan Albert yang gagah 
Tapi ia tahu pasti 
Perpisahan tak akan bisa dihindari. 



/5/ 

Waktu yang diduga datang jua! 
Dewi duduk di hadapan ayahnya 
Yang dengan lugas dan tegas bicara 
Tentang hakikat cinta dan agama: 
Aku sangat malu 
Dan aku tak akan pernah mau 
Menjadi orang tua 
Yang kena murka Allah. 
Aku tak akan tahan 
Menjadi insan dilaknat 
Hanya lantaran membiarkan 
Anaknya menempuh Jalan Sesat! 
Dan ujung-ujungnya 
Sampai juga pesan utama: 
Joko pemuda santri ia perkenalkan 
Sangat cocok menjadi suami Dewi. 
Tekad Ayah bulat 
Niatnya pekat 
Albert harus dilupakan 
Karena Joko suami Dewi di masa 
depan. 
Tak sepatah kata terucap dari Dewi, 
Bibirnya terkunci. 
Gadis itu tertunduk, jiwanya 
berontak. 
Tapi pesan ayahnya? Tak bisa 
ditolak! 
Teringat ia akan masa kanak. 
Tinggal di sebuah rumah sederhana; 
Ayah kadang pulang larut. 
Waktu itulah ibunya suka bertitah, 
Lihatlah baik-baik, Nak, 
Kita bisa menikmati sore dan malam 
Tapi ayahmu masih mencari nafkah — 
berjibaku 
Kita ini bagaikan benalu! 
Jangan sekali-kali kaudurhakai 
Pohon perkasa, sandaran hidup kita, 
Jangan pernah kauganggu nurani 
ayahmu. 
Hidup Ayah lurus rus rus rus, 
Prinsip agamanya kuat wat wat wat – 
Kaku? 
Beku? 
Katanya pada suatu hari, 
Manusia diciptakan berpasangan; 
Walau pemuda itu baik padamu 
Tetapi ia lain agama. 
Itu artinya 
Ia bukan jodoh 
Yang dikirim Allah 
Untukmu! 
Sejak kecil ia tak boleh membantah 
Ayah 
Hidupnya selalu siap diperintah 
Walau kali ini permintaan Ayah berat 
Ia harus patuh bulat. 
Aku akan menikah dengan Joko 
Aku harus melupakan Albert 
Bisa ataupun tidak 
Aku harus bisa, gumam Dewi. 



/6/ 

Dan Albert? Ia berbeda; 
Rumahnya di atas angin 
Baginya agama sama saja, 
Tetapi menghadapi Dewi harus 
panjang nalarnya. 
Benar, katanya kepada dirinya sendiri, 
Banyak orang tidak peduli 
Dan mereka ikuti saja kata hati, 2 
Tapi Dewi bukan selebriti! 
Ia temui para ahli Kitab 
Dan diketahuinya, masing-masing 
punya sikap. 
Itu haram mutlak! kata salah seorang 
Sambil menunjukkan hukum yang 
jelas dan tegas. 3 
Yang lain bersikap sebaliknya 
Berdasarkan alasan yang juga 
mengena.4 
Pemuda itu terbuka mata 
Tak ada keseragaman ternyata. 
Ada pandangan yang menutup pintu 
kawin beda agama, 5 
Tapi ada juga pandangan lain yang 
menerima.6 
Wahai, apa makna semua? 
Apa peduliku? 
Mengapa aku harus tunduk pada 
aturan itu? 
Bukankah cinta lebih tua dari agama 
dan negara? 



/7/ 

Namun Dewi tetaplah seorang santri 
Patuh pada orang tua adalah tradisi 
Cintanya pada Albert yang mendalam 
Sekuat tenaga ia benam. 
Joko itu ternyata cerdas dan santun, 
Siapa tahu hidup kami nanti bisa 
rukun. 
Pikirannya menerima lelaki itu 
Ingin dicobanya hidup baru. 
Tapi terhadap Joko mengapa hatinya 
seperti batu? 
Dewi diam terpaku. 
Mengapa pikiran dan hatinya tidak 
bersatu? 
Dewi mulai ragu. 
Albert selalu bergelora 
Mampu menggetarkannya sampai ke 
surga, 
Tapi Joko alim dan dingin 
Hatinya beku seperti patung lilin. 
Pernikahan pun berlangsung meriah 
Demi Ibu dan Ayah, aku pasrah, 
Akan kulupakan Albert, dan setia 
kepada suami, 
Demikian janji Dewi kepada dirinya sendiri.



/8/ 

Hari silih berganti, tahun datang 
beruntun, 
Keduanya menjalani hidup yang 
tertuntun, 
Joko pegawai negeri biasa 
Dewi karyawan perusahaan swasta; 
Hampir tak pernah mereka bertengkar, 
Kata orang keluarga Dewi tenang. 
Tapi kenapa hidupku ini hambar? 
Kenapa Eros cinta pada Joko tidak 
juga bertandang? 
Di benak Dewi bayangan Albert kerap 
melintas 
Dan rindunya memanas: 
Terbayang olehnya boncengan 
sepeda di pematang sawah, 
Terbayang sore yang lepas dan 
bunga merekah. 
Kepada malam yang sepi ia bertanya, 
Apakah gejolak cinta hanya datang 
satu kali saja 
Dan itu hanya untuk cinta remaja? 
Mengapa setelah menua 
Getaran cinta tak lagi ada? 
Mengapa rasa itu hanya mekar 
kepada Albert, pacar masa remaja? 
Mengapa tidak kepada Joko, 
suaminya? 
Malam yang sepi tak pernah 
menjawab pertanyaannya. 
Tapi Aku harus jadi Muslimah teladan 
Patuh pada suami, 
Taat pada orang tua, 
Dan bakti kepada agama. 
Itu harga mati, tandasnya. 



/9/ 

Bertahun-tahun sudah mereka 
berkeluarga 
Tak juga lahir ada anak mereka; 
Wahai, Joko ternyata memiliki 
kelainan 
Ia tak bisa berketurunan. 
Beberapa kali ia jatuh sakit. 
Awalnya dianggap biasa saja 
Semua manusia lain mengalaminya: 
Sakit dan sehat seperti musim, 
datang dan pergi. 
Namun, di tahun kesembilan 
pernikahan 
Sakit Joko semakin berkepanjangan, 
Semakin parah – 
Tubuhnya tampak bertambah lemah. 
Sebagai istri yang berbakti 
Dewi memutuskan berhenti bekerja 
Agar bisa merawat suami 
Dan tinggal di rumah saja. 
Tak putus-putus juga Dewi berdoa 
Agar Joko kembali seperti sedia kala; 
Meski ia sadar sepenuhnya 
Bahwa itu bakti semata, bukan rasa 
cinta. 
Dan hari itu pun tiba juga akhirnya! 
Vonis dokter: Joko tak bisa bertahan 
lebih lama. 
Dewi pun mendadak merasa bersalah 
Mengapa di lubuk hatinya tetap ada 
masalah. 
Dan ketika suaminya harus pergi 
Untuk menjumpai Khalik, 
Suatu malam Dewi bertahajud. 
Jiwanya menangis, pikirannya 
ngelangut. 
Ya Allah, ampunilah aku. 
Segala cara telah kutempuh 
Segala tenaga telah tercurah 
Agar bisa menjadi 
Istri yang baik, istri yang setia, 
Tetapi mengapa tak kunjung terbit 
Nafsu cintaku kepadanya? 
Mengapa justru Albert yang selalu 
ada 
Di pelupuk mata? 
Ya Allah, aku telah gagal jatuh cinta 
Kepada suamiku sendiri! 



/10/ 

Setahun sudah Dewi menjanda, 
Ia mulai banyak membaca. 
Hidup sebatang kara memaksanya 
menjadi baja 
Ia sudah kembali bekerja. 
Ia mulai lepas dari tradisi 
Dihayatinya hidup yang mandiri 
Filsafat dan sastra membentuk 
dirinya, 
Ia bukan Dewi yang dulu lagi. 
Suatu ketika 
Ia punya niat ke kampus 
Untuk melepas rindu 
Masa-masa mahasiswinya dulu. 
Ia duduk di taman yang dulu juga. 
Suasana sudah berubah 
Tetapi ada yang masih tinggal – 
Masih bisa dihirupnya. 
Bangku yang itu juga 
Sudah berubah warna. 
Di situ ia dulu masih sempat ketemu 
Albert 
Sebelum hari pernikahan, sepuluh 
tahun lalu. 
Saat itu senja mulai gelap 
Mereka sadar segera harus berpisah; 
Di pojok taman itu 
Sambil berjalan Albert berkata, 
Jika kautinggalkan aku 
Karena tak lagi mencintaiku, 
Aku pasrah. 
Jika kau menikah dengan lelaki lain 
Karena kamu mencintainya, 
Aku terima. 
Tapi aku tahu, Dewi, 
Bukan itu alasanmu meninggalkanku. 
Kauhancurkan cinta kita 
Demi baktimu kepada ayahmu. 
Demi baktimu pada tafsir agama! 
Ia ingat magrib di taman itu. 
Ia menangis tanpa suara. 
Tak ada lagi yang bisa diusahakan: 
Albert harus merelakan perpisahan. 
Sebelum berpisah Albert menyerahkan 
Sekuntum mawar. 
Di pikirannya kata-kata itu masih 
melekat 
Yang kadang bisa membuat hari- 
harinya pekat. 
Dewi, simpanlah mawar segar ini. 
Pada waktunya nanti 
Ia akan kering dan layu; 
Apa yang akan terjadi 
Tak akan bisa diduga 
Kecuali nasib bunga ini. 
Kita tak tahu masa depan. 
Jika ternyata kau memang jodohku 
Dan kelak telah siap untuk bersatu 
denganku, 
Kirimlah bunga ini sebagai isyarat; 
Aku akan segera menghampirimu – 
Ini janjiku. 
Aku percaya dalam hidup 
manusia jatuh cinta hanya sekali saja 
Cintaku sudah tunai untukmu. 
Dewi tidak bisa lain 
Kecuali diam saja, 
Dan sambil menundukkan kepala 
Ia bertanya apakah Albert akan 
menikah juga. 
Aku akan menikah dengan 
petualanganku – 
Gunung-gunung tinggi akan 
kutaklukkan 
Akan kujelajahi bumi yang 
diciptakan-Nya 
Dan akan kusampaikan pertanyaanku 
Di puncak setiap gunung yang 
kudaki, 
Tuhan, mengapa tak Kau-restui 
cintaku 
Kepada sesama ciptaan-Mu 
Hanya karena, ya Allah, 
Hanya karena agama kami beda? 
Padahal Kau jugalah yang 
menurunkannya. 
Tersekat tangis Dewi, dibawanya 
mawar itu, 
Disimpannya dalam sebuah kotak 
Yang akan menjaga rahasia abadi 
Cintanya kepada seorang laki-laki. 
Cinta sejatinya. 
Cinta hatinya. 
Ya, Tuhan, perkenankan aku menikah; 
Bimbinglah aku agar setia pada 
suami 
Dan jangan biarkan aku 
Membuka kotak ini lagi. 



/11/ 

Namun, apa yang tak berubah 
Di bawah langit? 
Pada suatu hari dibukanya juga 
Kotak itu: benar, mawar itu kering 
dan layu. 
Tapi masih diciumnya wangi baunya. 
Seperti gemetar mawar layu itu di 
tangannya, 
Ke mana gerangan hidup ini 
mengarah? 
Muncul kembali bayangan yang sudah 
jadi arwah. 
Di seberang jendela: langit tak ada 
batasnya 
Awan masih tetap berkelana. 
Kali ini biar kuturuti saja suara hati 
Tiba sudah saatnya, berbakti kepada 
diri sendiri. 
Ya, Allah, telah kuikuti lurus ajaran- 
Mu 
Seturut tafsir orang tuaku; 
Ayah dan Ibu, telah kuikuti pula 
keinginanmu 
Menikah dengan lelaki yang bukan 
pilihanku; 
Suamiku,telah kucoba melayanimu 
Setia padamu sampai akhir hayatmu. 
Kini tiba giliranku 
Menjadi tuan bagi diri sendiri – 
Izinkan aku mengikuti suara jiwaku, 
Hanya tunduk pada titah batinku. 
Dipandangnya lagi mawar kering itu. 
Sudah tetap niatnya: 
Akan disampaikannya kembali ke 
pemiliknya 
Secepatnya. Ia pasti masih 
menunggu, pikirnya. 
Langit tetap yang itu juga 
Yang dulu mendengar janji 
kekasihnya: 
Kapan pun bunga itu dikirim kembali 
Lelaki itu akan siap menerimanya 
lagi. 
Menakjubkan: cinta ternyata terus 
bertahan 
Melampaui masa dan berbagai 
perbedaan; 
Pernikahan boleh dibatalkan 
Tetapi meski di dalam sekam, cinta 
tak padam. 
Kepada Ayah dan Ibu Dewi sampaikan 
niatnya 
Untuk kembali ke cinta lamanya. 
Tapi apa kata mereka berdua? 
Lebih baik menjanda daripada kawin 
beda agama! 



/12/ 

Namun, sekarang ini Dewi berbeda, 
Ia tetap sayang orang tua 
Ia tetap saleh soal agama. 
Tapi sikap hidup? Kini ia tegak pada 
pendiriannya. 
Ayah menghalanginya sekuat tenaga, 
Menikah beda agama hanya 
mengirimmu ke neraka! 
Jawab Dewi, Ayah ini zaman 
Facebook dan Twitter 
Bukan era Siti Nurbaya! 
Dunia sudah berubah 
Bukan manusia untuk agama 
Tapi agama untuk manusia 
Bagi Ayah, beda agama itu masalah. 
Bagiku tidak! 
Ayah memang merawat fisikku sejak 
kecil. 
Tapi jalan hidupku bukan punya 
Ayah! 
Ayah terkaget alang-kepalang. 
Dewi yang patuh sudah tiada, 
Di hadapannya berdiri Dewi yang 
berbeda 
Betapa dunia memang sudah berubah. 
Hati Dewi sudah bulat 
Cintanya pada Albert memanggilnya 
kembali; 
Terbayang era bocah 
Ia menemani Albert bermain layang 
layang di sawah. 
Maka diposkannya bunga itu ke 
alamat kekasihnya. 
Hari berganti hari, pekan berganti 
pekan, 
Dewi tertegun: mengapa tak kunjung 
ada jawaban? 
Ya, ya, apakah janji sudah dilupakan? 
Tibalah juga sore tak terduga itu: 
Seorang ibu tua mengetuk pintu, 
Dan ketika dibuka, 
Astaga! Ibunya Albert rupanya. 
Dipeluknya Dewi, disampaikannya 
berita itu. 
Sejak kamu menikah, 
Albert tak betah lagi di rumah. 
Didakinya gunung demi gunung 
Entah di negeri mana – 
Seperti ada yang ingin dicarinya 
Seperti ada yang ingin diprotesnya. 
Dan setahun lalu aku mendapat berita 
Albert, anakku laki-laki itu 
Tak akan pulang kembali – 
Ia meninggal di sebuah gunung 
Dan dimakamkan di sana. 
Suara perempuan tua itu terbata-bata 
Tapi kuasa menahan air matanya. 
Dan Dewi? Ia menjerit sekuat-kuatnya 
Sambil memeluk ibu tua itu. 
Ada pesannya, sambung ibu Albert, 
Sebelum pendakiannya yang terakhir 
Albert menitip surat 
Yang hanya boleh disampaikan 
Kalau kuntum mawar sudah 
kaukirimkan . 
Tak sabar dengan tangan gemetar 
Dibukanya surat itu, 
Masih dikenalinya tulisan tangan 
Albert – 
Tetap seperti dulu. 
Dewi , tulis Albert, 
Mungkin sudah kaukirim kembali 
Bunga kering itu sekarang. 
Tapi yang akan kauterima 
Hanya surat ini. 
Aku tak berniat mengingkari janji! 
Aku sekarang mungkin di alam lain 
Dan janjiku tetap seperti dulu: 
Cintaku hanya untukmu 
Yang tak sampai hanya karena kita 
beda agama. 
Dipeluknya surat itu 
Diciumnya hingga basah oleh air 
mata 
Hatinya menjerit 
Melolong sampai jauh, jauh sekali…